Dinar tidak pernah tahu,apa yang akan terjadi pada dirinya. Tiba-tiba saja tubuhnya menggigil. Dalam keadaan panik, Syam,sang suami datang menghampiri dengan penuh kekhawatiran."Kau harus ke dokter, istriku,aku tak tega melihat keadaanmu seperti ini,"kata Syam. Dinar terkejut mendengar ucapan Syam. Karena biasanya yang Dinar terima dari Syam hanyalah sebuah makian. Dinar teringat peristiwa yang sudah dialaminya selama bertahun-tahun. Dinar yang tidak pernah berani untuk memulai bicara sekalipun dengan Syam. Hal itu terjadi karena rasa takut salah berbicara. Dinar sangat pendiam. Karena itulah,tidak ada seorang pun yang mengetahui apa sebenarnya yang dialami Dinar dalam kehidupan rumah tangganya. Sebenarnya Dinar adalah salah satu korban sinetron di televisi. Dia pernah menonton suatu kisah rumah tangga yang menurutnya sangat memprihatinkan. Dalam sinetron itu ada adegan ketika seorang istri berani menampar wajah suaminya karena kekesalannya. Dalam sinetron itu sang suami tidak melawan,hanya terdiam menatap istrinya dengan muka memerah menahan amarah. Setelah adegan tersebut,spontan Dinar mematikan televisinya. Lalu Dinar berpikir bahwa hal ini tidak boleh terjadi pada rumah tangganya. Dia akan mencoba mengendalikan emosinya,yang menurut dia itu lebih baik. Jadi Dinar lebih memilih untuk diam. Dia tidak akan berbicara jika tidak diajak bicara. Dinar lebih memilih untuk menutup diri. Hal itulah yang membuat Dinar berlaku seperti itu dalam menghadapi suaminya. Dinar sangat berhati-hati ketika berbicara dengan siapapun terlebih kepada suaminya. Suatu hari Dinar pulang terlambat karena perjalanan macet. Syam memarahi Dinar dengan membabi buta. Dinar hanya terdiam, dia ingin bicara tapi hanya air mata yang mewakilinya. Sampai pada akhirnya Dinar jatuh sakit. Pada awalnya Dinar yakin bahwa Syam tidak akan marah jika Dinar sakit,tapi ternyata keyakinan itu luntur seketika saat Syam mendorong Dinar dari tempat tidur dengan makian-makiannya. Syam tidak percaya jika Dinar sakit, Syam menganggap Dinar malas. Karena rasa takutnya pada Syam,Dinar mengikuti perintah Syam untuk membersihkan halaman dan seisi rumah,yang memang terlihat kotor sejak Dinar sakit. Dinar memaksakan diri melakukan semua itu,dan akhirnya Dinar istirahat di malam hari. Namun begitu terbangun di pagi hari, tubuh Dinar menggigil. Tapi dia tetap berusaha untuk tidak terlihat sakit di mata Syam. Bahkan Dinar pun tetap berangkat k kantor untuk menjalankan aktifitasnya. Dia tetap tersenyum,tanpa memperlihatkan rasa sakit lahir dan batin pada dirinya. Dia selalu menggunakan cadar emasnya dalam menjalani hidup, Dinar hanya ingin semua tahu bahwanya hatinya selalu bersinar layak emas yang menutupi wajahnya melalui cadar. Itulah bentuk kesabarannya. Yang pada akhirnya semua kesabaran dan pengorbanannya di balas oleh kemuliaan hati Syam yang kini sudah sangat perhatian kepada Dinar. Itulah Dinar yang dalam hatinya selalu yakin bahwa Alloh SWT tidak akan menguji hambaNya diluar batas kemampuan umatNya.
Setelah melihat perubahan yang ada pada diri Syam, Dinar tidak pernah putus untuk selalu bersyukur padaNya.Dinar sangat mensyukuri apa yang dia alami dalam biduk rumah tangganya. Suatu ketika, Dinar ditugaskan oleh pimpinan di kantornya untuk menghadiri seminar yang bertema "Akhlak Seorang Muslimah dalam Menghadapi Era Globalisasi"besok pagi. Dinar sangat antusias setelah mengetahui tema dari seminar tersebut. Seminar itu diselenggarakan di Jakarta. Dengan hati penuh semangat Dinar pulang ke rumah untuk mempersiapkan diri mengikuti seminar tersebut, terutama Dinar akan mohon izin kepada Syam. Sesampainya di rumah, Dinar melihat Syam sedang menonton televisi. Dinar menghampiri Syam, lalu mencium telapak tangan Syam. Lima belas menit kemudian Dinar menceritakan tentang tugas yang diberikan oleh pimpinannya. Pada awalnya Syam seperti tak peduli. Lalu Syam tersenyum dan menganggukkan kepala tanpa berkata-kata. "Hanya itukah komentarmu,wahai suamiku,"tanya Dinar dalam hatinya. Lalu Dinar pun tersenyum. Ketika Dinar hendak menuju kamarnya, Syam berkata sambil meraih lengan Dinar."Hati-hati ya, sayang!". Hati Dinar berdegup kencang mendengar kalimat yang diungkapkan Syam. Dinar menjawab dengan senyuman dan anggukkan. "Lho, kenapa aku hanya tersenyum dan mengangguk?"tanya Dinar pada dirinya. Namun ketika Dinar hendak menjawab, Syam sudah kembali asyik dengan menonton TV. Dinar tidak berani menganggu.
Keesokan harinya, pagi-pagi Dinar sudah bersiap-siap untuk pergi. Dinar pun terkejut melihat Syam sudah terlihat rapi. "Ayo, kita berangkat!", ajak Syam lembut pada Dinar."Sarapan dulu,Mas!"kata Dinar."Kita sarapan bubur di warung Bu Parni saja,"sahut Syam. Akhirnya Dinar pun mengikuti apa kata Syam. Syam mengeluarkan motornya, lalu mereka berangkat.
Sampailah mereka di warung Bu Parni.Dinar dan Syam sangat menikmati sarapan paginya. Lima menit kemudian, sebuah mobil parkir tepat di depan warung Bu Parni. Dinar bermaksud melihat motor Syam yang parkir tepat di sebelah mobil biru itu, dari tempat duduknya yang kebetulan menghadap ke arah tempat di mana motor dan mobil itu parkir. "Lho,itu kan?,ucap Dinar dalam hati.Lalu si pemilik mobil itu masuk ke warung Bu Parni. Dinar segera menundukkan kepalanya.Tapi Syam sama sekali tidak memperhatikan sikap Dinar saat itu.Syam meminta Dinar untuk mengambilkan botol kecap, Syam merasa buburnya harus ditambahi kecap."Astaghfirulloh...aku harus menuju ke meja itu, dan di sana ada..."ucap Dinar dalam hati.Akhirnya Dinar pun memberanikan diri menuju ke meja yang tepat berada di belakang Syam. "Permisi, maaf,Pak, saya mau ambil kecapnya,"ujar Dinar pura-pura santai tapi muka memerah. Spontan lelaki itu terkejut tanpa kata hanya sorotan mata yang tertuju pada Dinar dan tidak dia lepaskan tatapan mata itu sampai Dinar kembali ke mejanya untuk memberikan kecap kepada Syam. Lelaki itu beralih duduknya,yang pada awalnya membelakangi punggung Syam, sekarang dia menghadap ke punggung Syam, dan dengan beraninya lelaki itu memandang Dinar, yang kebetulan dinar pun melihatnya, dengan cepat lelaki itu menggunakan bahasa tubuhnya melalui mulut tanpa keluar suara. Yang Dinar lihat lelaki itu bertanya dengan bahasa tubuhnya,"Kamu Dinar,kan?". Dinar spontan mengangguk,lalu tiba-tiba Dinar mengajak Syam untuk melanjutkan perjalanan dengan alasan takut terlambat mengikuti seminar.Tanpa curiga Syam pun beranjak dari kursi itu menuju ke Bu Parni untuk membayar sarapannya pagi tu, sementara Dinar mengikuti dari arah belakang. Tentu saja Syam dan Dinar melewati lelaki itu. Dinar berusaha untuk tidak peduli pada lelaki itu.Namun lagi-lagi mata Dinar bertemu dengan mata lelaki itu. Lelaki itu hanya tersenyum. Tanpa sengaja Dinar pun membalas senyuman lelaki itu walau hanya hitungan detik. Dinar dan Syam pun melanjutkan perjalanannya menuju ke suatu hotel yang berada di pusat kota Jakarta. Tiga puluh menit kemudian Dinar dan Syam sampai di gedung itu. Dinar turun dari motor itu, sedangkan Syam melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat kerjanya di daerah Jakarta Selatan.Dinar memberi salam kepada Dinar begitu juga sebaliknya.
Di hotel itu Dinar langsung menuju ke ruang seminar. Ternyata sudah banyak peserta yang hadir. Tanpa pikir panjang Dinar langsung menempati kursi di deretan terdepan,dengan tujuan agar lebih konsentrasi. Dinar memperhatikan peserta seminar di sekitarnya. Kursi sebelah kanan kiri Dinar masih kosong. Sepuluh menit kemudian kursi sebelah kanan Dinar di tempati oleh seorang wanita yang terlihat sedikit lebih tua dibanding Dinar. Wanita itu pun meletakkan tas laptop di samping kursi Dinar yang masih kosong. "Mbak kenapa tasnya terpisah, biar saya saja yang pindah duduknya,"ujar Dinar. "Tidak apa-apa,Mbak,"jawab wanita itu ketus dengan wajah ditekuk. Dinar jadi serba salah. Muncullah ide Dinar dengan menyodorkan tangannya kepada wanita itu. "Saya Dinar,"ujar Dinar dengan senyum lebar.Wanita itu pun menyambut tangan Dinar."Arini Sekar Ayu," balas wanita itu dengan raut wajah yang datar. Dinar tidak peduli dengan sambutan wanita itu, dia tahu bahwa senyumnya kali ini tak terbalas, lain dengan senyum yang terjadi di Warung Bu Parni tadi.
Terdengarlah pengumuman dari panitia pelaksana bahwa acara akan dimulai lima belas menit lagi. Sambil menunggu waktu Dinar bergegas ke toilet, Dinar nerharap agar ketika seminar berlangsung dia dalam keadaan nyaman. Ketika hendak menuju ke arah toilet, selintas Dinar melihat lelaki yang tersenyum padanya saat di warung Bu Parni."lho kok dia ada di sini juga,"tanya Dinar dalam hati. Tapi pertanyaan itu tidak dipedulikannya lagi. Dinar pun masuk ke toilet. Tak lama kemudian Dinar kembali ke ruang seminar. "Ya, ampun kenapa dia ada di situ?"Dinar bertanya-tanya dalam hatinya. Lelaki yang tersenyum di Warung Bu Parni itu duduk di sebelah Dinar, kini kursi sebelah kanan kiri Dinar sudah terisi. Dinar merasa lelaki itu memperhatikannya. Dengan memberanikan diri Dinar bertanya pada lelaki itu, "Maaf, Pak, tadi kursi ini sudah di tempati ibu di sebelah kanan saya dengan tas laptopnya. Lelaki itu tersenyum sambil berkata dan menunjukkan tas laptop yang tadi diletakkan oleh wanita yang bernama Arini Sekar Ayu,"Tas ini maksudnya,Bu? Ini memang tas saya."Oh,maaf,Pak saya tidak tahu kalau ibu itu teman Bapak", ujar Dinar penuh percaya diri.Lelaki tidak menjawab dengan kata-kata, hanya senyuman yang terlihat dari sudut bibirnya.
Seminar pun segera dimulai. Pembawa acara mempersilakan narasumber untuk maju dan duduk di kursi di atas panggung."Hah...!"Dinar sangat terkejut ternyata wanita disebelahnya itu adalah narasumber dari seminar ini.Kemudian Arini Sekar Ayu pun menuju ke panggung. Semua peserta bertepuk tangan, dan baru kali ini Arini tersenyum untuk semua orang."Bu, kayaknya kita pernah ketemu ya?" tiba-tiba lelaki itu bertanya pada Dinar, tapi lelaki itu tetap menatap ke depan. Dinar tidak menjawab, dia hanya tersenyum. "Nama saya Denis Anggara Putra,tadi pagi kita bertemu di warung Bubur,kan. tapi sebenarnya kita sudah pernah bertemu di warung bubur itu juga,ingat nggak,Bu?" lelaki yang bernama Denis itu seolah memaksa Dinar untuk menjawab pertanyaannya. Sementara Dinar terus mengingat-ingat yang pada akhirnya Dinar baru teringat bahwa Lelaki itu pernah membantu Dinar ketika Dinar hendak membayar bubur dan dometnya tertinggal di rumah. Saat itu Dinar merasa mukanya memanas, menahan rasa malu...
Minggu, 22 November 2009
Kamis, 19 November 2009
Indahnya Menulis
Menulis itu indah. Kalimat itu hanya akan terucap dari mereka yang senang menulis. Padahal semua orang bisa menulis, karena semua orang pasti mempunyai perasaan yang dapat dicurahkan melalui tulisan. Pengalaman dalam hidup setiap orang dapat dijadikan tulisan. Seandainya semua orang mengetahui bahwa menulis itu mengasyikan. Dan menulis itu sungguh indah
Langganan:
Postingan (Atom)